Selasa, 01 November 2011

Strategi Dasar Memilih Iklan Online


Saya baru saja membaca tulisan Brian Solis tentang promoted tweet. Artikel
ini membahas mengenai Twitter yang mengeluarkan promoted Tweet, dengan
menangkap peluang bagaimana konsumen menggunakan Twitter, dalam istilah
Brian Solis berdasarkan Interest Graph.

Tulisan Brian Solis ini kemudian memicu pemikiran lebih jauh,  bagaimana
seharusnya kampanye sebuah brand membagi alokasi budget iklannya di berbagai
pilihan channel Targeted Ad yang ada saat ini, sesuai dengan karakter brand.
Apa itu Targeted Ad? Mengutip dari Wikipedia, ini adalah tipe iklan dimana
pengiklan bisa menjangkau konsumen  berdasarkan berbagai macam variabel
seperti demografi, hingga perilaku belanjanya.



Saya mengamati, fenomena yang terjadi saat ini, ketika terjadi booming
social media terutama Twitter dan Facebook, semua brand memusatkan alokasi
budget iklannya ke sana. Benarkah itu pilihan yang tepat? Ketika Magnum
banyak memanfaatkan Twitter untuk kampanye onlinenya, mungkin ini pilihan
yang tepat karena produknya yang bersifat impulse buying. Tapi apakah
kemudian orang akan berbondong membeli mobil Kijang Innova atau memesan
kamar hotel setelah membaca di timeline Twitter ?

Sebelum membahas lebih jauh mengenai alokasi budget iklan yang digunakan.
Kita perlu memahami dulu apa saja tipe Targeted Ad, lalu memahami perilaku
konsumen yang menggunakan medium tersebut, yang kemudian akan mempengaruhi
keputusan kita dalam mengalokasikan budget sesuai dengan karakter produk
yang kita pasarkan.

Paling tidak ada 3 tipe utama targeted Ad yang cukup populer dan dominan
saat ini :

Pertama, Search Based Ad, Google Ad adalah iklan yang sangat terkenal di
kategori ini, sekaligus menjadi sumber penghasilan utama Google Inc. Anda
perlu memahami iklan ini akan muncul di hasil pencarian, sesuai dengan kata
kunci yang relevan yang kita pilih. Keunikan dari iklan ini adalah,kita
menyasar konsumen yang pro aktif mencari, dan memang punya kebutuhan akan
produk atau informasi tertentu.

Kedua, Social Graph Ad, ini adalah skema iklan yang diperkenalkan FB,
 seperti halnya di Google Ad bisa mentarget konsumen yang relevan, tapi kali
ini iklan di dasarkan pada data-data demografi dari target audiens, dan
lingkaran  sosial mereka. Mengapa? Karena dengan kebijakan terbaru di
Facebook, sebuah iklan FB Page misalnya, apabila dalam lingkaran teman kita
banyak yang Like, maka dia bisa keluar dari kolom iklan, dan masuk dalam
streamline home, karena dianggap relevan dengan kita. Iklan disini bersifat
mendatangi konsumen yang pasif, menunggu disuguhi informasi.

Ketiga, Interest Graph Ad, konsep iklan inilah yang dikembangkan oleh
Twitter dengan promoted Tweet-nya. Mengapa Interest Graph? Karena Twitter
menghubungkan orang-orang yang terkadang tidak saling kenal, tapi perduli
dengan isu tertentu, di suatu waktu tertentu. Iklan ini menyasar konsumen
yang sedang search isu tertentu, atau sedang membaca timeline untuk segera
melakukan tindakan pada saat itu juga. Di Twitter isu bisa bergerak begitu
cepat dan menghangat, tapi dengan cepat juga akan terlupakan.

Apabila dilihat dari ketiga Targeted Ad itu, maka tiap medium punya
fungsinya masing-masing yang tidak tergantikan satu sama lain. Fenomena yang
terjadi saat ini, banyak perusahaan hijrah ke FB dan Twitter, dan melupakan
Search Engine karena social media sedang tren, dan menganggap ketika social
media datang maka semua konsumen juga berpindah kesana, dan tidak lagi
menggunakan search engine. Padahal konsumen tetap melakukan pencarian di
search engine, dan setiap kategori produk mempunyai karakteristik yang
berbeda dalam pengambilan keputusan pembelian.

Misalnya ketika menyebut pemesanan hotel. Apakah orang akan mendadak memesan
kamar hotel, ketika ada special offer yang ditawarkan di Twitter? Konsumen
justru akan melakukan riset di search engine, sebelum melakukan keputusan
pembelian hanya ketika mereka butuh. Oleh karena itu, misalnya untuk
industri seperti perhotelan, maka budget terbesar yang harus dikerahkan
adalah di Search Engine bukan di Social Media. Walaupun kehadiran di social
media tetap harus ada, untuk menjalin loyalitas pelanggan.

Lain halnya, ketika Anda meluncurkan film baru, konsentrasi iklan sebaiknya
di Twitter, mengapa? Karena konsumsi produk gaya hidup seperti ini akan
lebih banyak dipengaruhi oleh Twitter yang mudah menyebarkan isu, dan
membuat orang segera mengambil tindakan. Sementara produk yang mengandalkan
kekuatan cerita, hubungan yang personal, dan komunitas misalnya Starbucks
dan Bodyshop, sepertinya lebih bijak bila konsentrasi utama ditempatkan di
Facebook untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan konsumen,
berkomunikasi dengan lebih intens dengan mereka.

Sebagai agency atau tim digital marketing di sebuah brand, harus lebih
sensitif terhadap hal ini, agar budget yang dikeluarkan efektif. Mengapa
inimperlu diketahui? Karena saya memahami, setiap perusahaan berusaha
menggunakan budget yang seminimal mungkin untuk menghasilkan dampak yang
optimal. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka pembagian sumberdaya
harus dilakukan dengan optimal juga sesuai kebutuhan. Tapi ini bukan berarti
ketika produk Anda lebih cocok di Twitter, maka tak perlu membuat FB Page,
dan melupakan Search Engine, brand harus tetap hadir disana tapi dengan
alokasi sumber daya yang lebih kecil.

Untuk lebih memudahkan maka dapat dibagi pentahapannya sebagai berikut.
Pertama, ketahuilah dulu karakter produknya. Apakah konsumen akan membelinya
secara impulsif? Atau perlu riset sebelum pembelian? Atau konsumen akan
mudah tergerak untuk mengambil keputusan ketika produk itu sedang hangat
dibicarakan? Kedua, tujuan dari kampanyenya apa? Apakah membangun awareness?
Mengambil tindakan segera? Atau untuk membangun komunitas yang loyal? Tahap
ketiga, baru diputuskan budgeting terbesar akan dialokasikan dimana,
berdasarkan pertimbangan poin pertama dan kedua.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by: Mas Doyok